PESAN BAPAK (2)


"Seduhlah dulu tehmu, mumpung masih hangat."  

Kujawab dengan senyuman. Pertanda aku mengiyakan tutur bapak. 

"Nak, hidup itu seperti mengayuh sepeda. Ada saatnya pedal sepeda di bawah, pun ada saatnya di atas. Dan coba lihat, setiap perangkatnya saling melengkapi agar sepedanya seimbang bisa dijalankan dan dimanfaatkan." 

Sesekali bapak menyeruput kopi hitamnya. 

Sebelum penuturan bapak berlanjut, aku pun kembali menyeduh teh setengah manisku. 

"Antara roda, rantai, pedal, setang dan perangkat lainnya bila diletakkan dengan posisi yang pas, sepedanya akan nyaman dinaiki. Begitu juga harusnya manusia hidup, sudah ada posisi dan porsinya masing-masing. 
Jika sepedanya berukuran kecil, lalu kamu pasang rantai besar dan roda besar, ya tidak cocok to, pasti tak seimbang, lucu dilihatnya kan."

Bunyi cekikikan samarku begitu renyah. Selalu begitu kalau sedang jagongan dengan bapak. 

"Menjalani kehidupan ini pun sama nak, kalau porsi dan posisi kamu di tangga 5, ya sudah disitu maksimalkan, jangan minta naik ke tangga orang lain di nomor 10, adoh too. Bukan pesimis, tapi kita tahu porsi kita seberapa. Lalukan yang terbaik di posisi kita sekarang, kalau ingin naik, usahalah dengan baik dan sehat, insyaallah dengan seiiring proses yang baik nanti kamu akan sampai juga di tangga 10, tapi perlahan-lahan, tidak instan." 

Bapak tiba-tiba menghentikan pembicaraan, tampak raut wajahnya ada guratan kesedihan. 

Kuturuti diam bapak, aku mencoba mencerna setiap kata demi kata, menghubungkannya pada setiap titik kejadian dalam perjalan hidup. 

Beberapa menit berlalu. Aku mencoba membuka suara.

"Bapak, dulu bapak pernah berpesan, saya selalu ingat itu, kata bapak kalau dalam hidup kita serakah, maka hanya nestapalah yang kita rasa." 

Bapak menatapku, aku berhambur pada pelukannya. Tak ada tetes air mata memang, tapi hatiku penuh pilu. Kurasakan detak hantung bapak yang sedikit tak menentu. Hanya teriring doa semoga bapak selalu sehat dan bahagia.  

"Nak, kalau kamu ingin uang dan kekayaan, bekerjalah sungguh-sungguh, kalau kamu ingin derajat dan pangkat perbanyaklah ilmu pengetahuan dan pengalamanmu, belajarlah tanpa kenal tempat dan waktu. Tapi ingat nak, uang dan kekayaan bukan segalanya, pangkatmu, gelarmu akan menjadi sia-sia jika kamu melupakan satu hal. AKHLAQ, iya, akhlaq pada tuhanmu (ibadah, termasuk doa) dan akhlaq pada makhlukNya (menjaga silaturahim, berbuat baik dll)." 

Kueratkan pelukan bapak karena aku malu mengangkat wajah. Ternyata pipiku sudah basah.

*Image source:  Twitter Wira Nagara

Komentar