Bukan Kebetulan

Sungguh, Allah amat sangat Maha Baik. Tidak ada tuhan selain-Nya. Alhamdulillah.
Sebuah kebetulan, mungkin. Namun, kuyakini bahwa ini memang jalan yang sudah tercatat di lauhil mahfudz. 

28 Oktober kemarin, tepat saat hari Sumpah Pemuda, seorang adik mengunjungiku, kami dari almamater pesantren yang sama, Nurul Jadid. Sehari setelah kedatangannya di kota apel ini, dia mempertemukanku dengan sahabatnya yang pernah belajar di Netherlands bersama seorang yang kukagumi (keilmuan dan usahanya).

Entah bagaimana, obrolan kami tentang mimpi dan menjelajah dunia begitu saja mengalir dan tiba-tiba berujung pada pembahasan tentang dia, sosok yang kukagumi, yang tak lain adalah pembimbingnya saat KKN di Netherlands. Banyak hal yang diceritakan, terutama mengenai cara bersosialnya dengan lingkungan, kearifannya dalam akademik, dan tak banyak tentang kehidupan pribadinya.

Singkat cerita, di akhir obrolan kami, dia menawarkanku sebuah cerita inspiratif yang diracik sendiri oleh jemari si dia yang kukagumi. Jelas aku terharu. Tanpa pikir panjang, kepalaku langsung mengangguk begitu saja.
"Kalau begitu, boleh saya minta nomor WA-nya Mbak?" Begitu kata si adik dengan nada menggodaku. Kusebutkan setiap nomornya, dan jreng-jreng, nada pesan WA-ku berdering dan yap gercap sekali cerita si dia yang kukagumi sudah tersimpan dalam memori smartphone-ku.

Tak langsung kubaca, karena memang kondisinya tidak memungkinkan. Baru kemudian, setelah semua aktivitas dan kegiatan pesantrenku selesai, menjelang tidur, kubaca detail pencapaian mimpinya. Tak terasa air mata haruku ikut berperan dan bulu kudukku berdiri. Seakan aku ikut merasakan kebahagiaan, perjuangan usahanya, dan merasakan nano-nano rasa hatinya saat semua mata tertuju padanya di atas podium menggenggam tropi kaca itu.

Kisah si dia yang kukagumi, membangkitkan lagi optimisme dan semangat untuk mimpiku,  menjelajah dunia milik Allah yang luas dan indah ini. Menuangkan ilmu, berbagi pengalaman dan saling belajar dengan semua orang di penjuru dunia, adalah mimpiku yang sebenarnya tidak pernah surut. Hanya saja, karena restu orang tua belum kukantongi, sehingga rasa-rasanya itu hal yang hanya ada dalam angan.

Namun, cerita si dia, Kak Ikrom Mustofa, memberikan energi positif bagiku tentang sebuah usaha tanpa batas, keyakinan luar biasa, dan kegigihan berbalut doa tanpa henti.

Umurku tak lagi remaja memang, namun aku yakin, mimpi tak berbatas usia, dan rencana Allah tidak hanya terkhusus bagi mereka yang belia.

Terima kasih untukmu yang baru beberapa bulan aku mengetahui tentangmu, tentang perjalanan pendidikanmu, dan tentang keindahan ragkaian abjadmu.

Terima kasih telah menginspirasi.

Terima kasih karena sudah memberikan bekas pada hati ini.

Malang, 30 Oktober 2018.

Komentar